Pemanfaatan teknologi informasi dalam pengelolaan PBB
(Pajak Bumi dan Bangunan) cukup dominan.
Hal ini didorong oleh kebutuhan akan pengadministrasian objek PBB yang
sangat besar. Diseluruh Indonesia saat ini terdapat sekitar 85 juta Objek Pajak
(OP) dan sekitar 60% dari OP tersebut memiliki data bangunan. Dengan demikian
secara rata-rata setiap Kantor Pelayanan PBB (Sekarang Kantor Pelayanan Pajak
Pratama) harus mengelola 500.000 Objek Pajak. Penggunaan Database Management
System telah menjadi hal yang tidak bisa dihindarkan dan telah
diimplementasikan dalam suatu sistem yang disebut dengan Sistem Manajemen
Informasi Objek Pajak (SISMIOP).
SISMIOP merupakan sistem informasi
yang terpadu dimaksudkan mendukung penyediaan informasi yang berhubungan dengan
fungsi administrasi semua tingkat organisasi pengelola PBB.
SISMIOP diperuntukkan bagi kegiatan
operasional dan manajemen, pengambilan keputusan, evaluasi kerja, dan analisis
kebijaksanaan melalui aplikasi komputer yang khusus dirancang untuk kebutuhan tersebut.
SISMIOP dibangun dengan menggunakan
pendekatan sistem, yaitu permasalahan yang dihadapi ditinjau secara
komperehensif dan terpadu sehingga tujuan yang akan dicapai merupakan solusi
global yang memperhatikan interaksi di antara komponen-komponen organisasi dan
juga komponen eksternal
Era sebelum diterapkannya suatu sistem informasi (sekitar
pertengahan 1980-an dan sebelumnya) pengelolaan administrasi PBB sangat
membutuhkan jumlah SDM yang besar dan metode kerja yang kurang efektif terutama
dalam penentuan nilai objek pajak. Penambahan SDM sangat diperlukan terutama
pada saat akan diterbitkannya Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT)
sehingga pada bulan-bulan tertentu direkrut tenaga musiman. Adapun metoda
penilaian objek pajak untuk mendapatkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) digunakan
metoda pembobotan yang cukup sederhana sehingga
nilai yang didapat kurang akurat dan hanya berlaku untuk satu tahun
pajak. Pemutakhiran NJOP akibat perkembangan wilayah yang mengakibatkan
pertumbuhan nilai ekonomi dari objek PBB yaitu tanah dan bangunan tidak dapat
diikuti karena penentuan nilai harus dilakukan satu persatu untuk setiap objek
pajak. Pola pengelolaan PBB seperti itu sangat memboroskan tenaga, waktu dan
biaya.
0 komentar:
Posting Komentar