Pages

Rabu, 25 Juli 2012

Latar Belakang


Pemanfaatan teknologi informasi dalam pengelolaan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) cukup dominan.  Hal ini didorong oleh kebutuhan akan pengadministrasian objek PBB yang sangat besar. Diseluruh Indonesia saat ini terdapat sekitar 85 juta Objek Pajak (OP) dan sekitar 60% dari OP tersebut memiliki data bangunan. Dengan demikian secara rata-rata setiap Kantor Pelayanan PBB (Sekarang Kantor Pelayanan Pajak Pratama) harus mengelola 500.000 Objek Pajak. Penggunaan Database Management System telah menjadi hal yang tidak bisa dihindarkan dan telah diimplementasikan dalam suatu sistem yang disebut dengan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP).
SISMIOP merupakan sistem informasi yang terpadu dimaksudkan mendukung penyediaan informasi yang berhubungan dengan fungsi administrasi semua tingkat organisasi pengelola PBB.
SISMIOP diperuntukkan bagi kegiatan operasional dan manajemen, pengambilan keputusan, evaluasi kerja, dan analisis kebijaksanaan melalui aplikasi komputer yang khusus  dirancang untuk kebutuhan tersebut.
SISMIOP dibangun dengan menggunakan pendekatan sistem, yaitu permasalahan yang dihadapi ditinjau secara komperehensif dan terpadu sehingga tujuan yang akan dicapai merupakan solusi global yang memperhatikan interaksi di antara komponen-komponen organisasi dan juga komponen eksternal
Era sebelum diterapkannya suatu sistem informasi (sekitar pertengahan 1980-an dan sebelumnya) pengelolaan administrasi PBB sangat membutuhkan jumlah SDM yang besar dan metode kerja yang kurang efektif terutama dalam penentuan nilai objek pajak. Penambahan SDM sangat diperlukan terutama pada saat akan diterbitkannya Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) sehingga pada bulan-bulan tertentu direkrut tenaga musiman. Adapun metoda penilaian objek pajak untuk mendapatkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) digunakan metoda pembobotan yang cukup sederhana sehingga  nilai yang didapat kurang akurat dan hanya berlaku untuk satu tahun pajak. Pemutakhiran NJOP akibat perkembangan wilayah yang mengakibatkan pertumbuhan nilai ekonomi dari objek PBB yaitu tanah dan bangunan tidak dapat diikuti karena penentuan nilai harus dilakukan satu persatu untuk setiap objek pajak. Pola pengelolaan PBB seperti itu sangat memboroskan tenaga, waktu dan biaya.

0 komentar:

Posting Komentar